Selasa, 19 Mei 2015

TEORI-TEORI KONSELING KELUARGA

PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak akan pernah lepas dari adanya masalah ataupun hambatan dalam menjalani kehidupan. Namun dari banyaknya msalah, pasti ada jalan keluar untuk penyelesaian.
Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam keluarga. Secara ilmiah upaya penyelesaian masalah dalam keluarga dapat dilakukan dengan cara konseling keluarga (family conseling). Cara ini adalah yang telah dilakukan oleh para ahli konseling diseluruh dunia. Dalam hal ini, konselor perlu menggunakan teori-teori konseling untuk dapat membantu kliennya dalam menyelesaikan masalahnya. Ada banyak teori pendekatan yang dapat dilakukan konselor, diataranya pendekatan psikoanalisis, client-centered, eksistensial, gestalt, ego, analisis transaksional, rasional emotif, behavior dan lain-lain. Namun dalam makalah ini akan dibahas dua pendekatan, yaitu pendekatan gestalt dan ego.
Pendekatan Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick Perls. Dan pendekatan konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, menggunakan satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego, dan ini pulalah alasan model Erikson ini dinamakan dengan konseling ego. Tujuan konseling berdasarkan pandangan teori Erickson ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Dan untuk pembahasan pendekatan gestalt dan pendekatan ego lebih lanjut akan dibahas di dalam makalah ini.



TEORI-TEORI KONSELING KELUARGA
    A.     PENDEKATAN GESTALT

1.      Konsep Dasar Konseling Gestalt
Pendekatan Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick Perls.
                        Menurut pandangan Gestalt, untuk mengetahui sesuatu hal kita harus melihatnya secara keseluruhan, karena bila hanya melihat pada bagian tertentu saja, kita akan kehilangan karakteristik penting lainnya. Hal ini juga berlaku bagi tingkah laku manusia. Untuk menjadi pribadi yang sehat, individu harus merasakan dan menerima pengalamannya secara keseluruhan tanpa berusaha menghilangkan bagian-bagian tertentu. Ini dilakukan untuk mencapai keseimbangan. Tetapi, pada individu yang tidak sehat mengalami ketidakseimbangan, maka akan muncul ketakutan dan ketegangan sehingga melakukan reaksi penghindaran untuk menyadarinya secara nyata.
                        Seperti halnya client-centered yang mendorong klien untuk melakukan penafsiran dan menemukan makna masalahnya sendiri, Gestalt juga menekankan peran aktif klien untuk secara sadar mencapai kematangan pribadi dengan menemukan sendiri makna masalahnya.[1]
                        Konsep dasar dari konseling Gestalt ini adalah pendangan mereka terhadap individu dan perkembangan kepribadian. Pandangan-pandangan tersebut adalah:
a)      Dorongan untuk beraktualisasi diri atau dorongan untuk mewujudkan diri
b)      Perkembangan kepribadian, yang merupakan hasil perjuangan individu untuk menyeimbangkan  keinginan-keinginan yang ada pada dirinya yang seringkali berada dalam konflik.[2]


2.      Tujuan Pendekatan Konseling Gestalt
Secara spesifik, tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
·      Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas yang ada serta mendapatkan pemahaman (insight) secara penuh.
·  Membantu klien menuju pencapaian keterpaduan (integritas) kepribadian yang dimilikinya
·        Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain, ke mengatur diri sendiri
·        Meningkatkan kesadaran individual.[3]

3.      Peran Konselor
Untuk mencapai tujuan konseling ini, peranan konselor adalah:
·     Konselor membangun suasana yang memungkinkan klien dapat menampilkan diri, membuka diri dan berusaha mengenali, memahamai, menerima dan menyadari dirinya sendiri
·     Apabila klien sudah menyadari dirinya sendiri dan lingkungannya, kemudian konselor berusaha menyeimbangkan keinginan yang ada
·          Konselor memberi kesempatan bagi klien untuk berkembang

4.      Proses Pendekatan Gestalt
Tahap-tahap penyelenggaraan konseling dengan menggunakan pendekatan ini, ialah:
·        Tahap pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien
·  Tahap kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien
·  Tahap ketiga, konselor mendorong klien untuk dapat mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.
·   Tahap keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir. Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik.[4]

5.      Teknik Pendekatan Gestalt
Adapun teknik-teknik dalam konseling Gestalt, ialah:
·          Klien diarahkan untuk menggunakan kata ganti orang (personal pronoun)
·          Perubahan bahasa
·          Latihan “saya bertanggungjawab”
·          Membagi kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan
·          Melakukan permainan proyeksi
·     Konselor menyatakan penghargaan terhadap sesuatu hal yang cocok dikemukakan klien
·          Permainan kebalikan
·          Permainan dialog.[5]

6.    Aplikasi Pendekatan Gestalt dalam Konseling Keluarga
Aplikasi teori-teori konseling pada praktek konseling keluarga adalah suatu keharusan. Walter Kempler dalam bukunya experiental Psyhchotherapy mengemukakan pertama kali pendekatan Gestalts terhadap konseling keluarga. Ia sebagai konselor gestalt beranggapan bahwa, pendekatan ini amat dekat dengan pendekatan eksistensial fenomenologis. Dalam deskripsinya mengenai teori dan praktik psikoterapi pengalaman keluarga (family experiential psychotherapy), Kempler menekankan perhatiannya pada perjuangan (encounter) atau interaksi interpersonal dalam situasi terapeutik di sini dan sekarang (here and now). Selanjutnya konselor harus mengembangkan tujuan konseling dengan cara berpartisipasi penuh sebagai manusia (person).
Yang paling penting dalam fase awal konseling keluarga ialah mendorong semangat anggota keluarga untuk berani mengemukakan dunia pribadinya. Kelabunya kehidupan keluarga tidak lain adalah karena berkurangnya kemauan para  anggota untuk mengalami, merasakan pandangan dunia pribadi anggota keluarga yang lain. Yang satu merasa benar sendiri, dan berusaha menyalahkan orang lain sehingga masalah yang ada dalam keluarga itu dirasakan oleh anggota keluarga sebagai masalah yang tidak dimengertinya dan kadang-kadang tidak memperdulikannya. Akan tetapi menunjukkan suatu kemauan untuk melihat dunia orang lain melalui kacamata orang itu sendiri adalah cara konseling yang diinginkan dan arah ini yang perlu dicapai dengan situasi terapeutik dalam  konseling keluarga.[6]
Pendekatan Gestalt memberikan perhatian kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana mereka mengatakannya, apa yang terjadi ketika mereka berkata itu, bagaimana ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya. Yang lebih ditekankan lagi dalam pendekatan ini ialah keterlibatan konselor dalam keluarga. Karena itu, yang terpenting bagi konselor adalah mendengarkan suara dan emosi mereka. Konselor melakukan perjumpaan dalam konseling keluarga sebagai partisipan penuh, sebagai sahabat, sebagai orang yang dipercaya dalam  perjumpaan antara sesama. Konselor membawa kepribadian, reaksi dan pengalaman hidupnya kedalam perjumpaan konseling keluarga. Konselor akrab dengan mereka dan berusaha memahami dan merasakan isi hati mereka. Konseling yang jujur, asli akan terjadi jika individu-individu yang terlibat didalamnya giat berusaha untuk menempatkan diri sebagaimana adanya dan memahami orang lain sebagaimana adanya pula.

      B.     PENDEKATAN EGO

1.      Konsep Dasar Konseling Ego
konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, menggunakan satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego, dan ini pulalah alasan model Erikson ini dinamakan dengan konseling ego. Kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “Ego strength”. Individu yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Perbedaan antara ego menurut Sigmund Freud dengan Ego terletak bagaimana tumbuhnya ego tersebut.
Perkembangan kepribadian menurut Erickson dapat dibagi menjadi empat tahapan, yaitu :
·        Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.
·   Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam berkomunikasi.
·        Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk memproyeksikan suatu objek dalam lingkungan.
·   Kepribadian individu berkembang terus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya.
      
2.      Tujuan dan Proses Pendekatan Konseling Ego
Tujuan konseling berdasarkan pandangan teori Erickson ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu, tujuan konseling ialah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehndaki dan dapat terbina agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrity). [7]
Proses konseling ini harus bertitik tolak pada :
a)      Proses kesadaran
b)  Bertitik tolak dari asas kekinian atau tingkah laku sekarang dan tidak membahas nostalgia masa lampau.
c)  Lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-dasar tingkah lakunya.
d)  Konselor hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien maupun dalam proses konseling.
e)     Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang sudah terlatih.
f)       Tidak berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, tetapi hanya pada pola-pola tingkah laku yang salah suai.

Adapun fase-fase dalam penyelenggaraan konseling ego, ialah:

·        Pertama-tama membantu klien mengkaji  perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya
·        Klien memproyeksikan dirinya terhadap masa depan
·        Konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang ia jumpai untuk mencapai tujuan
·        Mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya konselor berusaha agar klien dapat melihat hubungan antara perasaan-perasaan itu dengan tingkah lakunya
·        Terakhir, konselor membabntu klien menumbuhkan seperangkat hasrat kemauan dan semangat yang lebih baik dan mantap.

3.      Teknik-Teknik Pendekatan Konseling Ego
Teknik yang dirumuskan berupa rambu-rambu dalam penyelenggaraan konseling ego yaitu :
a)      Konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya.
b)      Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah.
c)      Pembahasan itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif.
d)      Mengembangkan situasi “ambiguitas.[8]



KESIMPULAN
Pendekatan Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick Perls.
Tujuan konseling Gestalt ialah membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas yang ada serta mendapatkan pemehaman (insight) secara penuh dan membantu dalam menuju pencapaian keterpaduan (integritas) kepribadian yang dimilikinya.
Dalam hal ini, konselor berperan dalam membangun suasana yang memungkinkan klien dapat menampilkan diri, membuka diri dan berusaha mengenali, memahamai, menerima dan menyadari dirinya sendiri. Adapun teknik-teknik yang digunakan diantaranya klien diarahkan untuk menggunakan kata ganti orang (personal pronoun), perubahan bahasa, latihan “saya bertanggungjawab”, membagi kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan.
Pendekatan Gestalt memberikan perhatian kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana mereka mengatakannya, apa yang terjadi ketika mereka berkata itu, bagaimana ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya.
Konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, menggunakan satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego, dan ini pulalah alasan model Erikson ini dinamakan dengan konseling ego.
Tujuan konseling berdasarkan pandangan teori Erickson iaah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh.




DAFTAR PUSTAKA
Lumongga, Numora. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik. Medan: Kencana
Taufik. 2014. Model-Model Konseling. Padang: UNP
Hendri, Novi. 2013. Model-Model Konseling. Medan: Perdana Publishing









[1]Numora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Medan: Kencana, 2011), hal: 160
[2] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 166
[3] Novi Hendri, Model-Model Konsling, (Medan: Perdana Publishing, 2013), hal: 108
[4] Ibid., hal: 170-176
[5] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 174
[7] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 66
[8] Ibid., hal: 68

TEORI-TEORI KONSELING KELUARGA

PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga, tidak akan pernah lepas dari adanya masalah ataupun hambatan dalam menjalani kehidupan. Namun dari banyaknya msalah, pasti ada jalan keluar untuk penyelesaian.
Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam keluarga. Secara ilmiah upaya penyelesaian masalah dalam keluarga dapat dilakukan dengan cara konseling keluarga (family conseling). Cara ini adalah yang telah dilakukan oleh para ahli konseling diseluruh dunia. Dalam hal ini, konselor perlu menggunakan teori-teori konseling untuk dapat membantu kliennya dalam menyelesaikan masalahnya. Ada banyak teori pendekatan yang dapat dilakukan konselor, diataranya pendekatan psikoanalisis, client-centered, eksistensial, gestalt, ego, analisis transaksional, rasional emotif, behavior dan lain-lain. Namun dalam makalah ini akan dibahas dua pendekatan, yaitu pendekatan gestalt dan ego.
Pendekatan Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick Perls. Dan pendekatan konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, menggunakan satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego, dan ini pulalah alasan model Erikson ini dinamakan dengan konseling ego. Tujuan konseling berdasarkan pandangan teori Erickson ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Dan untuk pembahasan pendekatan gestalt dan pendekatan ego lebih lanjut akan dibahas di dalam makalah ini.



TEORI-TEORI KONSELING KELUARGA
    A.     PENDEKATAN GESTALT

1.      Konsep Dasar Konseling Gestalt
Pendekatan Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick Perls.
                        Menurut pandangan Gestalt, untuk mengetahui sesuatu hal kita harus melihatnya secara keseluruhan, karena bila hanya melihat pada bagian tertentu saja, kita akan kehilangan karakteristik penting lainnya. Hal ini juga berlaku bagi tingkah laku manusia. Untuk menjadi pribadi yang sehat, individu harus merasakan dan menerima pengalamannya secara keseluruhan tanpa berusaha menghilangkan bagian-bagian tertentu. Ini dilakukan untuk mencapai keseimbangan. Tetapi, pada individu yang tidak sehat mengalami ketidakseimbangan, maka akan muncul ketakutan dan ketegangan sehingga melakukan reaksi penghindaran untuk menyadarinya secara nyata.
                        Seperti halnya client-centered yang mendorong klien untuk melakukan penafsiran dan menemukan makna masalahnya sendiri, Gestalt juga menekankan peran aktif klien untuk secara sadar mencapai kematangan pribadi dengan menemukan sendiri makna masalahnya.[1]
                        Konsep dasar dari konseling Gestalt ini adalah pendangan mereka terhadap individu dan perkembangan kepribadian. Pandangan-pandangan tersebut adalah:
a)      Dorongan untuk beraktualisasi diri atau dorongan untuk mewujudkan diri
b)      Perkembangan kepribadian, yang merupakan hasil perjuangan individu untuk menyeimbangkan  keinginan-keinginan yang ada pada dirinya yang seringkali berada dalam konflik.[2]


2.      Tujuan Pendekatan Konseling Gestalt
Secara spesifik, tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
·      Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas yang ada serta mendapatkan pemahaman (insight) secara penuh.
·  Membantu klien menuju pencapaian keterpaduan (integritas) kepribadian yang dimilikinya
·        Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain, ke mengatur diri sendiri
·        Meningkatkan kesadaran individual.[3]

3.      Peran Konselor
Untuk mencapai tujuan konseling ini, peranan konselor adalah:
·     Konselor membangun suasana yang memungkinkan klien dapat menampilkan diri, membuka diri dan berusaha mengenali, memahamai, menerima dan menyadari dirinya sendiri
·     Apabila klien sudah menyadari dirinya sendiri dan lingkungannya, kemudian konselor berusaha menyeimbangkan keinginan yang ada
·          Konselor memberi kesempatan bagi klien untuk berkembang

4.      Proses Pendekatan Gestalt
Tahap-tahap penyelenggaraan konseling dengan menggunakan pendekatan ini, ialah:
·        Tahap pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien
·  Tahap kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien
·  Tahap ketiga, konselor mendorong klien untuk dapat mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.
·   Tahap keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir. Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik.[4]

5.      Teknik Pendekatan Gestalt
Adapun teknik-teknik dalam konseling Gestalt, ialah:
·          Klien diarahkan untuk menggunakan kata ganti orang (personal pronoun)
·          Perubahan bahasa
·          Latihan “saya bertanggungjawab”
·          Membagi kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan
·          Melakukan permainan proyeksi
·     Konselor menyatakan penghargaan terhadap sesuatu hal yang cocok dikemukakan klien
·          Permainan kebalikan
·          Permainan dialog.[5]

6.    Aplikasi Pendekatan Gestalt dalam Konseling Keluarga
Aplikasi teori-teori konseling pada praktek konseling keluarga adalah suatu keharusan. Walter Kempler dalam bukunya experiental Psyhchotherapy mengemukakan pertama kali pendekatan Gestalts terhadap konseling keluarga. Ia sebagai konselor gestalt beranggapan bahwa, pendekatan ini amat dekat dengan pendekatan eksistensial fenomenologis. Dalam deskripsinya mengenai teori dan praktik psikoterapi pengalaman keluarga (family experiential psychotherapy), Kempler menekankan perhatiannya pada perjuangan (encounter) atau interaksi interpersonal dalam situasi terapeutik di sini dan sekarang (here and now). Selanjutnya konselor harus mengembangkan tujuan konseling dengan cara berpartisipasi penuh sebagai manusia (person).
Yang paling penting dalam fase awal konseling keluarga ialah mendorong semangat anggota keluarga untuk berani mengemukakan dunia pribadinya. Kelabunya kehidupan keluarga tidak lain adalah karena berkurangnya kemauan para  anggota untuk mengalami, merasakan pandangan dunia pribadi anggota keluarga yang lain. Yang satu merasa benar sendiri, dan berusaha menyalahkan orang lain sehingga masalah yang ada dalam keluarga itu dirasakan oleh anggota keluarga sebagai masalah yang tidak dimengertinya dan kadang-kadang tidak memperdulikannya. Akan tetapi menunjukkan suatu kemauan untuk melihat dunia orang lain melalui kacamata orang itu sendiri adalah cara konseling yang diinginkan dan arah ini yang perlu dicapai dengan situasi terapeutik dalam  konseling keluarga.[6]
Pendekatan Gestalt memberikan perhatian kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana mereka mengatakannya, apa yang terjadi ketika mereka berkata itu, bagaimana ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya. Yang lebih ditekankan lagi dalam pendekatan ini ialah keterlibatan konselor dalam keluarga. Karena itu, yang terpenting bagi konselor adalah mendengarkan suara dan emosi mereka. Konselor melakukan perjumpaan dalam konseling keluarga sebagai partisipan penuh, sebagai sahabat, sebagai orang yang dipercaya dalam  perjumpaan antara sesama. Konselor membawa kepribadian, reaksi dan pengalaman hidupnya kedalam perjumpaan konseling keluarga. Konselor akrab dengan mereka dan berusaha memahami dan merasakan isi hati mereka. Konseling yang jujur, asli akan terjadi jika individu-individu yang terlibat didalamnya giat berusaha untuk menempatkan diri sebagaimana adanya dan memahami orang lain sebagaimana adanya pula.

      B.     PENDEKATAN EGO

1.      Konsep Dasar Konseling Ego
konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, menggunakan satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego, dan ini pulalah alasan model Erikson ini dinamakan dengan konseling ego. Kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “Ego strength”. Individu yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Perbedaan antara ego menurut Sigmund Freud dengan Ego terletak bagaimana tumbuhnya ego tersebut.
Perkembangan kepribadian menurut Erickson dapat dibagi menjadi empat tahapan, yaitu :
·        Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.
·   Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam berkomunikasi.
·        Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk memproyeksikan suatu objek dalam lingkungan.
·   Kepribadian individu berkembang terus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya.
      
2.      Tujuan dan Proses Pendekatan Konseling Ego
Tujuan konseling berdasarkan pandangan teori Erickson ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu, tujuan konseling ialah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehndaki dan dapat terbina agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrity). [7]
Proses konseling ini harus bertitik tolak pada :
a)      Proses kesadaran
b)  Bertitik tolak dari asas kekinian atau tingkah laku sekarang dan tidak membahas nostalgia masa lampau.
c)  Lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-dasar tingkah lakunya.
d)  Konselor hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien maupun dalam proses konseling.
e)     Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang sudah terlatih.
f)       Tidak berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, tetapi hanya pada pola-pola tingkah laku yang salah suai.

Adapun fase-fase dalam penyelenggaraan konseling ego, ialah:

·        Pertama-tama membantu klien mengkaji  perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya
·        Klien memproyeksikan dirinya terhadap masa depan
·        Konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang ia jumpai untuk mencapai tujuan
·        Mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya konselor berusaha agar klien dapat melihat hubungan antara perasaan-perasaan itu dengan tingkah lakunya
·        Terakhir, konselor membabntu klien menumbuhkan seperangkat hasrat kemauan dan semangat yang lebih baik dan mantap.

3.      Teknik-Teknik Pendekatan Konseling Ego
Teknik yang dirumuskan berupa rambu-rambu dalam penyelenggaraan konseling ego yaitu :
a)      Konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan kliennya.
b)      Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah.
c)      Pembahasan itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif.
d)      Mengembangkan situasi “ambiguitas.[8]



KESIMPULAN
Pendekatan Gestalt merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick Perls.
Tujuan konseling Gestalt ialah membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas yang ada serta mendapatkan pemehaman (insight) secara penuh dan membantu dalam menuju pencapaian keterpaduan (integritas) kepribadian yang dimilikinya.
Dalam hal ini, konselor berperan dalam membangun suasana yang memungkinkan klien dapat menampilkan diri, membuka diri dan berusaha mengenali, memahamai, menerima dan menyadari dirinya sendiri. Adapun teknik-teknik yang digunakan diantaranya klien diarahkan untuk menggunakan kata ganti orang (personal pronoun), perubahan bahasa, latihan “saya bertanggungjawab”, membagi kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan.
Pendekatan Gestalt memberikan perhatian kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana mereka mengatakannya, apa yang terjadi ketika mereka berkata itu, bagaimana ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya.
Konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, menggunakan satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego, dan ini pulalah alasan model Erikson ini dinamakan dengan konseling ego.
Tujuan konseling berdasarkan pandangan teori Erickson iaah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh.




DAFTAR PUSTAKA
Lumongga, Numora. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik. Medan: Kencana
Taufik. 2014. Model-Model Konseling. Padang: UNP
Hendri, Novi. 2013. Model-Model Konseling. Medan: Perdana Publishing









[1]Numora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Medan: Kencana, 2011), hal: 160
[2] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 166
[3] Novi Hendri, Model-Model Konsling, (Medan: Perdana Publishing, 2013), hal: 108
[4] Ibid., hal: 170-176
[5] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 174
[7] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 66
[8] Ibid., hal: 68