PENDAHULUAN
Kehidupan masyarakat khususnya keluarga,
tidak akan pernah lepas dari adanya masalah ataupun hambatan dalam menjalani
kehidupan. Namun dari banyaknya msalah, pasti ada jalan keluar untuk
penyelesaian.
Ada banyak upaya yang dapat dilakukan
untuk menyelesaikan permasalahan dalam keluarga. Secara ilmiah upaya
penyelesaian masalah dalam keluarga dapat dilakukan dengan cara konseling
keluarga (family conseling). Cara ini
adalah yang telah dilakukan oleh para ahli konseling diseluruh dunia. Dalam hal
ini, konselor perlu menggunakan teori-teori konseling untuk dapat membantu
kliennya dalam menyelesaikan masalahnya. Ada banyak teori pendekatan yang dapat
dilakukan konselor, diataranya pendekatan psikoanalisis, client-centered, eksistensial, gestalt, ego, analisis
transaksional, rasional emotif, behavior dan lain-lain. Namun dalam makalah ini
akan dibahas dua pendekatan, yaitu pendekatan gestalt dan ego.
Pendekatan Gestalt merupakan bentuk
terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga
memfokuskan diri pada pengalaman klien “here
and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di
masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick Perls. Dan
pendekatan konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, menggunakan satu
istilah yang sangat menonjol yaitu “ego
strength” yang artinya kekuatan ego, dan ini pulalah alasan model Erikson
ini dinamakan dengan konseling ego. Tujuan konseling berdasarkan pandangan
teori Erickson ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi
dengan penuh. Dan untuk pembahasan pendekatan gestalt dan pendekatan ego lebih
lanjut akan dibahas di dalam makalah ini.
TEORI-TEORI
KONSELING KELUARGA
A.
PENDEKATAN GESTALT
1.
Konsep Dasar Konseling Gestalt
Pendekatan Gestalt
merupakan bentuk terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi,
sehingga memfokuskan diri pada pengalaman klien “here and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian
yang terpecah di masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick
Perls.
Menurut pandangan Gestalt, untuk
mengetahui sesuatu hal kita harus melihatnya secara keseluruhan, karena bila
hanya melihat pada bagian tertentu saja, kita akan kehilangan karakteristik
penting lainnya. Hal ini juga berlaku bagi tingkah laku manusia. Untuk menjadi
pribadi yang sehat, individu harus merasakan dan menerima pengalamannya secara
keseluruhan tanpa berusaha menghilangkan bagian-bagian tertentu. Ini dilakukan
untuk mencapai keseimbangan. Tetapi, pada individu yang tidak sehat mengalami
ketidakseimbangan, maka akan muncul ketakutan dan ketegangan sehingga melakukan
reaksi penghindaran untuk menyadarinya secara nyata.
Seperti halnya client-centered yang mendorong klien untuk melakukan penafsiran dan
menemukan makna masalahnya sendiri, Gestalt juga menekankan peran aktif klien
untuk secara sadar mencapai kematangan pribadi dengan menemukan sendiri makna
masalahnya.[1]
Konsep dasar dari konseling Gestalt
ini adalah pendangan mereka terhadap individu dan perkembangan kepribadian.
Pandangan-pandangan tersebut adalah:
a)
Dorongan untuk
beraktualisasi diri atau dorongan untuk mewujudkan diri
b)
Perkembangan kepribadian,
yang merupakan hasil perjuangan individu untuk menyeimbangkan keinginan-keinginan yang ada pada dirinya
yang seringkali berada dalam konflik.[2]
2.
Tujuan Pendekatan Konseling Gestalt
Secara spesifik, tujuan
konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
· Membantu klien
agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas yang
ada serta mendapatkan pemahaman (insight)
secara penuh.
· Membantu klien
menuju pencapaian keterpaduan (integritas) kepribadian yang dimilikinya
·
Mengentaskan
klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain, ke mengatur
diri sendiri
·
Meningkatkan
kesadaran individual.[3]
3.
Peran Konselor
Untuk mencapai
tujuan konseling ini, peranan konselor adalah:
· Konselor
membangun suasana yang memungkinkan klien dapat menampilkan diri, membuka diri
dan berusaha mengenali, memahamai, menerima dan menyadari dirinya sendiri
· Apabila klien
sudah menyadari dirinya sendiri dan lingkungannya, kemudian konselor berusaha
menyeimbangkan keinginan yang ada
·
Konselor memberi
kesempatan bagi klien untuk berkembang
4.
Proses Pendekatan Gestalt
Tahap-tahap
penyelenggaraan konseling dengan menggunakan pendekatan ini, ialah:
·
Tahap pertama, konselor
mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan
perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien
· Tahap kedua,
konselor berusaha meyakinkan dan mengondisikan klien untuk mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien
· Tahap ketiga,
konselor mendorong klien untuk dapat mengatakan perasaan-perasaannya pada saat
ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan
perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.
· Tahap keempat,
setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan dan
tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir. Pada fase ini
klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya
sebagai individu yang unik.[4]
5.
Teknik Pendekatan Gestalt
Adapun teknik-teknik dalam
konseling Gestalt, ialah:
·
Klien diarahkan
untuk menggunakan kata ganti orang (personal
pronoun)
·
Perubahan bahasa
·
Latihan “saya bertanggungjawab”
·
Membagi
kesedihan dengan cara melakukan refleksi perasaan
·
Melakukan
permainan proyeksi
· Konselor
menyatakan penghargaan terhadap sesuatu hal yang cocok dikemukakan klien
·
Permainan
kebalikan
·
Permainan dialog.[5]
6.
Aplikasi Pendekatan Gestalt dalam Konseling Keluarga
Aplikasi
teori-teori konseling pada praktek konseling keluarga adalah suatu keharusan. Walter
Kempler dalam bukunya experiental
Psyhchotherapy mengemukakan pertama kali pendekatan Gestalts terhadap
konseling keluarga. Ia sebagai konselor gestalt beranggapan bahwa, pendekatan
ini amat dekat dengan pendekatan eksistensial fenomenologis. Dalam deskripsinya
mengenai teori dan praktik psikoterapi pengalaman keluarga (family experiential psychotherapy),
Kempler menekankan perhatiannya pada perjuangan (encounter) atau interaksi interpersonal dalam situasi terapeutik
di sini dan sekarang (here and now).
Selanjutnya konselor harus mengembangkan tujuan konseling dengan cara
berpartisipasi penuh sebagai manusia (person).
Yang paling
penting dalam fase awal konseling keluarga ialah mendorong semangat anggota
keluarga untuk berani mengemukakan dunia pribadinya. Kelabunya kehidupan
keluarga tidak lain adalah karena berkurangnya kemauan para anggota untuk
mengalami, merasakan pandangan dunia pribadi anggota keluarga yang lain. Yang
satu merasa benar sendiri, dan berusaha menyalahkan orang lain sehingga masalah
yang ada dalam keluarga itu dirasakan oleh anggota keluarga sebagai masalah
yang tidak dimengertinya dan kadang-kadang tidak memperdulikannya. Akan tetapi
menunjukkan suatu kemauan untuk melihat dunia orang lain melalui kacamata orang
itu sendiri adalah cara konseling yang diinginkan dan arah ini yang perlu
dicapai dengan situasi terapeutik dalam konseling keluarga.[6]
Pendekatan Gestalt
memberikan perhatian kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana
mereka mengatakannya, apa yang terjadi ketika mereka berkata itu, bagaimana
ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka
berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya. Yang lebih ditekankan lagi dalam
pendekatan ini ialah keterlibatan konselor dalam keluarga. Karena itu, yang
terpenting bagi konselor adalah mendengarkan suara dan emosi mereka. Konselor
melakukan perjumpaan dalam konseling keluarga sebagai partisipan penuh, sebagai
sahabat, sebagai orang yang dipercaya dalam perjumpaan antara sesama.
Konselor membawa kepribadian, reaksi dan pengalaman hidupnya kedalam perjumpaan
konseling keluarga. Konselor akrab dengan mereka dan berusaha memahami dan
merasakan isi hati mereka. Konseling yang jujur, asli akan terjadi jika
individu-individu yang terlibat didalamnya giat berusaha untuk menempatkan diri
sebagaimana adanya dan memahami orang lain sebagaimana adanya pula.
B.
PENDEKATAN EGO
1.
Konsep Dasar Konseling Ego
konseling ego lebih
menekankan pada fungsi ego, menggunakan satu istilah yang sangat menonjol yaitu
“ego strength” yang artinya kekuatan
ego, dan ini pulalah alasan model Erikson ini dinamakan dengan konseling ego.
Kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “Ego
strength”. Individu yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang
lemah. Perbedaan antara ego menurut Sigmund Freud dengan Ego terletak bagaimana
tumbuhnya ego tersebut.
Perkembangan
kepribadian menurut Erickson dapat dibagi menjadi empat tahapan, yaitu :
·
Ego berkembang
atas kekuatan dirinya sendiri.
· Pertumbuhan ego
yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam berkomunikasi.
·
Perkembangan
bahasa juga menambah keterampilan individu untuk memproyeksikan suatu objek
dalam lingkungan.
· Kepribadian
individu berkembang terus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia luar
atau lingkungannya.
2.
Tujuan dan Proses Pendekatan Konseling Ego
Tujuan konseling
berdasarkan pandangan teori Erickson ialah memfungsikan ego klien yang
sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu, tujuan konseling ialah
melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehndaki dan
dapat terbina agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrity). [7]
Proses konseling ini harus
bertitik tolak pada :
a)
Proses kesadaran
b) Bertitik tolak
dari asas kekinian atau tingkah laku sekarang dan tidak membahas nostalgia masa
lampau.
c) Lebih ditekankan
pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan dimensi kognitif yang ada hubungannya
dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-dasar tingkah lakunya.
d) Konselor
hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien
maupun dalam proses konseling.
e) Konseling harus
dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang sudah
terlatih.
f) Tidak berusaha
mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, tetapi hanya pada pola-pola
tingkah laku yang salah suai.
Adapun
fase-fase dalam penyelenggaraan konseling ego, ialah:
·
Pertama-tama
membantu klien mengkaji
perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal lain
yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya
·
Klien
memproyeksikan dirinya terhadap masa depan
·
Konselor berusaha
mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang ia jumpai untuk mencapai
tujuan
·
Mengajak klien
untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya konselor
berusaha agar klien dapat melihat hubungan antara perasaan-perasaan itu dengan
tingkah lakunya
·
Terakhir,
konselor membabntu klien menumbuhkan seperangkat hasrat kemauan dan semangat
yang lebih baik dan mantap.
3.
Teknik-Teknik Pendekatan Konseling Ego
Teknik yang dirumuskan
berupa rambu-rambu dalam penyelenggaraan konseling ego yaitu :
a)
Konselor perlu
membina hubungan yang akrab dengan kliennya.
b)
Usaha yang
dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien,
khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya
melemah.
c)
Pembahasan itu
dipusatkan pada aspek-aspek kognitif.
d)
Mengembangkan
situasi “ambiguitas.”[8]
KESIMPULAN
Pendekatan Gestalt merupakan bentuk
terapi perpaduan antara eksistensial-humanistis dan fenomenologi, sehingga
memfokuskan diri pada pengalaman klien “here
and now” dan memadukannya dengan bagian-bagian kepribadian yang terpecah di
masa lalu. Kemunculan terapi gestalt dipelopori oleh Frederick Perls.
Tujuan konseling Gestalt ialah membantu
klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas
yang ada serta mendapatkan pemehaman (insight)
secara penuh dan membantu dalam menuju pencapaian keterpaduan (integritas)
kepribadian yang dimilikinya.
Dalam hal ini, konselor berperan dalam
membangun suasana yang memungkinkan klien dapat menampilkan diri, membuka diri
dan berusaha mengenali, memahamai, menerima dan menyadari dirinya sendiri.
Adapun teknik-teknik yang digunakan diantaranya klien diarahkan untuk
menggunakan kata ganti orang (personal
pronoun), perubahan bahasa, latihan “saya
bertanggungjawab”, membagi kesedihan dengan cara melakukan refleksi
perasaan.
Pendekatan Gestalt memberikan perhatian
kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana mereka mengatakannya, apa
yang terjadi ketika mereka berkata itu, bagaimana ucapan-ucapannya jika
dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka berusaha untuk menyelesaikan
perbuatannya.
Konseling ego lebih menekankan pada
fungsi ego, menggunakan satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan
ego, dan ini pulalah alasan model Erikson ini dinamakan dengan konseling ego.
Tujuan konseling berdasarkan pandangan
teori Erickson iaah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi
dengan penuh.
DAFTAR PUSTAKA
Lumongga, Numora. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan
Praktik. Medan: Kencana
Taufik. 2014. Model-Model Konseling. Padang: UNP
Hendri, Novi. 2013. Model-Model Konseling. Medan: Perdana Publishing
[1]Numora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori
dan Praktik, (Medan: Kencana, 2011), hal: 160
[2] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 166
[3] Novi Hendri, Model-Model Konsling, (Medan: Perdana
Publishing, 2013), hal: 108
[4] Ibid., hal: 170-176
[5] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 174
[7] Taufik, Model-Model Konseling, (Padang: UNP, 2014), hal: 66
[8] Ibid., hal: 68